HIMASAL Brebes Ngaji Hikam bersama

Kajian

Malam hari ini kita patut bersyukur karena dipertemukan dalam Malam hari ini kita patut bersyukur karena dipertemukan dalam tempat yg penuh dengan keberkahan. Tempat ngaji untuk menata Ruhani kita, agar ibadah yang kita lakukan tidak sebatas jasadiyah. Lebih dari itu ibadah kita semakin menjadikan kita dekat kepada Sang Pencipta. Melalui ngaji Hikam ini akan tersambung ruhani kita atau alaqah ruhani akan senantiasa bersambung dengan Dzuriyah Pondok Pesantren Lirboyo.

Usia kita saat sekarang yang di rumah sudah saatnya ngaji Hikam. Kalimat yang termaktub dalamnya menjadikan kita senantiasa lebah banyak bersikap rendah hati ( tawadlu ) tidak sombong dan menjauhi sikap negatif thinking. Usia 40 tahun adalah batas kesempurnaan akal. Inilah kenapa Nabi Muhammad SAW menerima wahyu pertama saat usia Beliau 40 tahun. Oleh karena itu ngaji Hikam saat sekarang sangat penting. Jangan sampai selama 40 hari kita tidak ngaji sama sekali.

Sebagai tradisi pesa ngaji dengan tatap muka seperti ini melahirkan keberkahan. Dengan tatap muka kita bisa melihat wajah Al Mukarom Kyai Jarukhi . Melihat orang alim lebih baik daripada ibadah sekian tahun. Inilah yang diperlu dipertahankan sebagaimana Disertasi seorang Doktor dari Pulau Garam Madura yang saya baca beberapa hari yang lalu. Ditengah kondisi Pandemi Covid 19 lembaga pengembangan formal melakukan pembelajaran daring, sementara pesantren tetap dengan tradisi ngaji dengan tatap muka dengan protokol kesehatan yang ketat begitu juga Madrasah Diniyah. Demikian disampaikan Akhmad Sururi saat memberikan Sambutan atas nama Penasehat HIMASAL Kab Brebes.

Sebelum sambutan selaku Penasehat, terlebih dahulu dibacakan Tahlil oleh Kyai Abdullah Faqih dan doa oleh KH Athoilah Sofyan. Pengajian Hikam yang dihadiri oleh alunni Pondok Pesantren Lirboyo wilayah Kec Kersana dan Ketanggungan berlangsung di PP Nurul Hikmah Dermoleng Ketanggungan.

Pengajian Rutin yang dilaksanakan setiap Rabu Kliwon mengkaji kitab Hikam karya Syekh Athoillah As Sakandari. Dengan ngaji ala pesantren,Kyai Jarukhi memberi makna setiap kata yg dimaknai oleh seluruh peserta yang hadir. Manusia dalam menempuh perjalanan makrifat terbagi menjadi beberapa golongan. Ada Sairun , orang yang hendak menempuh perjalanan kepada ridlonya Alloh. Tahapan ini masih banyak dibatasi oleh ilmu dan rizkinya. Al Washilun adalah mereka yang tidak termahjub oleh mahkluk sebagai bukti adanya Alloh. Orang yang sudah ma’rifat maka sampai pada pintu ketauhidan yang mendapatkan segala rahasia dan ilmu yang tidak berikan kepada semua orang. Selanjutnya ada Rohilun yang sedang berjalan dan Salikun.

Ada Majdub yang tidak ada ketergantungan dalam bertauhid dg dalil aqli dan dalil naqli. Istilah Wali dalam ilmu tasawuf tidak melanggar syareat. Mengutip pendapatnya KH Said Aqil, Kyai Jarukhi menambahkan, ada Waliyulloh karena memperbanyak sholawat, ada Wali yang karena memperbanyak sholat sunah.

Sembari menyelingi cerita ketika masih nyantri, Kyai Alumni Sepuh Lirboyo ini pernah menangis ketika mengintip pola pendidikan yang diterapkan oleh Al Magfurlah Kyai Ridwan kepada putranya Gus Kholik. Dengan ngaji Hikam agar kita terhindar dari penyakit riya, hasud, sombong dan lainnya. Imbuh Beliau.

Bagikan Tulisan

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *